Tokoh-tokoh wanita dalam pergerakan
nasional
antara lain :
1.
Dewi Sartika
(Pelopor gerakan wanita di Jawa Barat). Ia mendirikan Sekolah dengan nama
Sekolah Keutamaan Istri
2.
Maria Walanda Maramis
(Pelopor Gerakan Wanita di Minahasa, Sulawesi Utara). ia mendirikan organisasi
PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya).
3.
Soewarni Jayasepoetra (Pelopor
gerakan wanita di Bandung, Jawa Barat). Mendirikan organisasi wanita Istri
Sedar yang bergerak di bidang politik dengan tujuan mencapai Indonesia Merdeka.
4.
Maria Oelfah dan Ibu Soenarjo Mangoenpoespito. Pendiri organisasi istri Indonesia dengan tujuan mencapai
Indonesia Raya.
5.
Nyi Hajar Dewantoro
(Istri Ki Hajar Dewantoro, aktif di Taman Siswa)
6.
Ibu Ahmad Dahlan
(Istri pendiri Moehammadijah Haji Ahmad Dahlan, aktif di organisasi wanita
dibawah Moehammadijah Aisyah), dan lain-lain
7.
Nyai Ageng Serang,
8.
Christina Martha Tiahahu,
9.
Cut Nya’ Dien
10. Cut Meutiah
11. R.A Kartini
Selain munculnya berbagai tokoh
gerakan wanita, muncul pula organisasi-organisasi wanita, yaitu antara lain :
1.
Kartini
Fonds (Semarang)
2.
Putri
Merdika (Jakarta)
3.
Wanita
Roekoen Sentosa (Malang)
4.
Majoe
Kemoeliaan (Bandung)
5.
Boedi
Wanita (Solo)
6.
Kerajinan
Amal Setia (Koto Gadang, Sumatera Barat)
7.
Serikat
Kaum Ibu Sumatera (Bukit Tinggi, Sumatera Barat
8.
Ina
Tuni (Ambon, Maluku)
9.
Gorontalosche
Mohammedaansche Vrouwen Vereniging (Sulawesi Utara)
Bila
ditelusuri perkembangan gerakan wanita Indonesia terbagi dalam beberapa
tahapan, yaitu : a. Tahap Pertama (Masa Feodal) b. Tahap Kedua (Masa Pergerakan
Nasional) c. Tahap Ketiga (Masa Persatuan Gerakan Wanita)
Kongres
Perempuan
1.
Kongres Perempuan
Indonesia 22-25 Desember 1928
Perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang
suku, agama, kelas, dan ras datang dari seluruh Indonesia menghadiri Kongres
yang diselenggarakan di Mataram (Yogyakarta, sekarang). Para perempuan ini
umumnya berusia muda. Persiapan Kongres dilakukan di Jakarta, dengan susunan
panitia Kongres Perempuan Indonesia sebagai berikut: Nn. Soejatin dari Poetri
Indonesia sebagai Ketua Pelaksana, Nyi Hajar Dewantara dari Wanita Taman Siswa
sebagai Ketua Kongres, dan Ny. Soekonto dari Wanito Tomo sebagai Wakil Ketua. Pada
saat itu dimulailah pengorganisasian untuk terselenggaranya Kongres Perempuan
Indonesia.
Kongres ini dihadiri oleh perwakilan 30
perkumpulan perempuan dari seluruh Indonesia, di antaranya adalah Putri
Indonesia, Wanito Tomo, Wanito Muljo, Wanita Katolik, Aisjiah, Ina Tuni dari
Ambon, Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Jong Java Meisjeskring, Poetri Boedi
Sedjati, Poetri Mardika dan Wanita Taman Siswa.
Kongres memutuskan:
untuk mengirimkan mosi
kepada pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan;
pemerintah wajib memberikan
surat keterangan pada waktu nikah (undang undang perkawinan); dan segeranya
diadakan peraturan yang
memberikan tunjangan pada janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia;
memberikan beasiswa bagi
siswa perempuan yang memiliki kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya
pendidikan, lembaga itu disebut stuidie fonds;
mendirikan suatu lembaga
dan mendirikan kursus pemberatasan buta huruf, kursus kesehatan serta
mengaktifkan usaha pemberantasan perkawinan kanak-kanak;
mendirikan suatu badan yang
menjadi wadah pemufakatan dan musyawarah dari berbagai perkumpulan di
Indonesia, yaitu Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).
2. Kongres Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia, Jakarta 28-31
Desember 1929
Kongres PPPI diikuti oleh
perkumpulan perempuan yang menjadi anggotanya. Kongres diketuai oleh Ny.
Mustadjab. Pada Kongres ini isu yang diangkat sebagai pembahasan di antaranya
adalah masalah kedudukan dan peran sosial dan ekonomi perempuan, peran dan
kedudukan perempuan dalam perkawinan, dan kehidupan dalam keluarga.
Permasalahan perkawinan khususnya poligami, kawin paksa dan perkawinan
anak-anak juga menjadi topik yang dibahas tersendiri. Mengenai Kongres Perempuan
I, diinformasikan pada peserta bahwa tiga mosi di atas yang disampaikan kepada
pemerintah disambut dengan baik.
Kongres memutuskan:
mengganti nama PPPI menjadi
Perikatatan Perkumpuan Istri Indonesia (PPII). Agar tidak nampak bahwa
perkumpulan ini sebagai satu perkumpulan atau unity, melainkan hanya
bersifat federasi atau gabungan;
anggaran dasar yang baru
menyebutkan tujuan penggabungan itu adalah menjalin hubungan di antara
perkumpulan perempuan untuk
meningkatkan nasib dan
derajat perempuan Indonesia dengan tidak mengkaitkan diri dengan soal politik
dan agama;
mengajukan mosi kepada
pemerintah untuk menghapuskan pergundikan.
3. Kongres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia, Surabaya 13-18
Desember 1930
Kongres Perikatan
Perkumpulan Istri Indonesia ini juga merupakan yang pertama bagi perkumpulan
ini. Kongres diketuai oleh Ny. Siti Soedari Soedirman. Kongres ini diikuti oleh
perkumpulan perempuan yang menjadi anggota PPII. Karena sifat federasi dari PPII
ini, maka Kongres memutuskan untuk menetapkan asas perkumpulan yang dapat
mengakomodasi bermacam perkumpulan yang ada di dalamnya. Untuk itu ditetapkan
asas yang lebih bersifat umum yang dapat diterima oleh seluruh anggota
perkumpulan. Hal-hal yang menjadi isu yang dianggap peka bagi suatu perkumpulan
tertentu, seperti poligami dan perceraian, tidak dimuat di dalam asas
perkumpulan.
Kongres memutuskan:
menetapkan asas yang lebih
bersifat umum bagi semua anggota;
mendirikan Badan
Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (BPPPA) yang diketuai oleh
Ny. Sunarjati Sukemi;
mengirim utusan ke Kongres
Perempuan Asia yang akan diadakan 19-23 Januari 1931 di Lahore, India, yaitu
Ny. Santoso dan Nn. Sunarjati.
4. Kongres Perempuan Indonesia, Jakarta 20-24 Juli 1935
Kongres Perempuan Indonesia
tahun 1935 diikuti oleh tidak kurang dari 15 perkumpulan, di antaranya Wanita
Katolik Indonesia, Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Aijsiah, Istri
Sedar, Wanita Taman Siswa dan lain sebagainya. Kongres diketuai oleh Ny. Sri
Mangunsarkoro.
Kongres menghasilkan
keputusan:
mendirikan Badan
Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi meneliti pekerjaan yang
dilakukan perempuan Indonesia;
tiap perkumpulan yang
tergabung dalam Kongres ini akan meningkatkan pemberantasan buta huruf;
tiap perkumpulan yang
tergabung dalam Kongres ini sedapat mungkin berusaha mengadakan hubungan dengan
perkumpulan pemuda, khususnya organisasi putri;
Kongres didasari perasaan
kebangsaan, pekerjaan sosial dan kenetralan pada agama;
Kongres menyelidiki secara
mendalam kedudukan perempuan Indonesia menurut hukum Islam dan berusaha
memperbaiki kedudukan itu dengan tidak menyinggung agama Islam;
Perempuan Indonesia
berkewajiban berusaha supaya generasi baru sadar akan kewajiban kebangsaan: ia
berkewajiban menjadi “Ibu Bangsa”.
Kongres Perempuan Indonesia
menjadi badan tetap yang melakukan pertemuan secara berkala
5. Kongres Perempuan Indonesia, Bandung, Juli 1938
Kongres dikuti berbagai
perkumpulan perempuan, di antaranya Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati,
Wanito Tomo, Aisjiah, Wanita Katolik dan Wanita Taman Siswa. Kongres diketuai
oleh Ny. Emma Puradiredja. Isu yang dibahas dalam Kongres antara lain,
partisipasi perempuan dalam politik, khususnya mengenai hak dipilih. Saat itu
pemerintah kolonial telah memberikan hak dipilih bagi perempuan untuk duduk
dalam Badan Perwakilan. Mereka di antaranya adalah Ny. Emma Puradiredja, Ny.
Sri Umiyati, Ny. Soenarjo Mangunpuspito dan Ny. Sitti Soendari yang menjadi
anggota Dewan Kota (Gementeraad) di berbagai daerah. Akan tetapi karena
perempuan belum mempunyai hak pilih maka perempuan menuntut supaya mereka pun
diberikan hak memilih.
Kongres memutuskan:
–tanggal
22 Desember diperingati sebagai “Hari Ibu” dengan arti seperti yang dimaksud
dalam keputusan Kongres tahun 1935;
–membangun
Komisi Perkawinan untuk merancang peraturan perkawinan yang seadil-adilnya
tanpa menyinggung pihak yang beragama Islam.
6. Kongres Perempuan Indonesia, Semarang Juli 1941
Kongres ini diikuti oleh
berbagai perkumpulan perempuan yang mengikuti kongres perempuan sebelumnya.
Kongres diketuai oleh Ny. Soenarjo Mangunpuspito.
Kongres menghasilkan
keputusan:
–menyetujui
aksi Gapi (Gabungan Politik Indonesia) dengan mengajukan “Indonesia Berparlemen”
pidato yang memuat tuntutan hak pilih dan dipilih dalam parlemen, yang
ditujukan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka.
–mufakat
dengan adanya milisi Indonesia
–menuntut
agar perempuan pun selain dipilih dalam Dewan Kota juga memiliki hak pilih;
–menyetujui
diajarkannya pelajaran Bahasa Indonesia dalam sekolah menengah dan tinggi;
–dibentuk
empat badan pekerja:
–badan
pekerja pemberantasan buta huruf
–badan
pekerja penyelidik masalah tenaga kerja perempuan
– badan
pekerja masalah perkawinan hukum Islam
– badan
pekerja memperbaiki ekonomi perempuan Indonesia.