Senin, 11 Mei 2015

TOKOH WANITA PERGERAKAN NASIONAL & KONGRES WANITA



Tokoh-tokoh wanita dalam pergerakan nasional

antara lain :
1.     Dewi Sartika (Pelopor gerakan wanita di Jawa Barat). Ia mendirikan Sekolah dengan nama Sekolah Keutamaan Istri
2.     Maria Walanda Maramis (Pelopor Gerakan Wanita di Minahasa, Sulawesi Utara). ia mendirikan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya).
3.     Soewarni Jayasepoetra (Pelopor gerakan wanita di Bandung, Jawa Barat). Mendirikan organisasi wanita Istri Sedar yang bergerak di bidang politik dengan tujuan mencapai Indonesia Merdeka.
4.     Maria Oelfah dan Ibu Soenarjo Mangoenpoespito. Pendiri organisasi istri Indonesia dengan tujuan mencapai Indonesia Raya.
5.     Nyi Hajar Dewantoro (Istri Ki Hajar Dewantoro, aktif di Taman Siswa)
6.     Ibu Ahmad Dahlan (Istri pendiri Moehammadijah Haji Ahmad Dahlan, aktif di organisasi wanita dibawah Moehammadijah Aisyah), dan lain-lain
7.     Nyai Ageng Serang,
8.     Christina Martha Tiahahu,
9.     Cut Nya’ Dien
10.   Cut Meutiah
11.     R.A Kartini

Selain munculnya berbagai tokoh gerakan wanita, muncul pula organisasi-organisasi wanita, yaitu antara lain :
1.     Kartini Fonds (Semarang)
2.     Putri Merdika (Jakarta)
3.     Wanita Roekoen Sentosa (Malang)
4.     Majoe Kemoeliaan (Bandung)
5.     Boedi Wanita (Solo)
6.     Kerajinan Amal Setia (Koto Gadang, Sumatera Barat)
7.     Serikat Kaum Ibu Sumatera (Bukit Tinggi, Sumatera Barat
8.     Ina Tuni (Ambon, Maluku)
9.     Gorontalosche Mohammedaansche Vrouwen Vereniging (Sulawesi Utara)

Bila ditelusuri perkembangan gerakan wanita Indonesia terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu : a. Tahap Pertama (Masa Feodal) b. Tahap Kedua (Masa Pergerakan Nasional) c. Tahap Ketiga (Masa Persatuan Gerakan Wanita)



Kongres Perempuan

1.    Kongres Perempuan Indonesia 22-25 Desember 1928
Perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang suku, agama, kelas, dan ras datang dari seluruh Indonesia menghadiri Kongres yang diselenggarakan di Mataram (Yogyakarta, sekarang). Para perempuan ini umumnya berusia muda. Persiapan Kongres dilakukan di Jakarta, dengan susunan panitia Kongres Perempuan Indonesia sebagai berikut: Nn. Soejatin dari Poetri Indonesia sebagai Ketua Pelaksana, Nyi Hajar Dewantara dari Wanita Taman Siswa sebagai Ketua Kongres, dan Ny. Soekonto dari Wanito Tomo sebagai Wakil Ketua. Pada saat itu dimulailah pengorganisasian untuk terselenggaranya Kongres Perempuan Indonesia.
Kongres ini dihadiri oleh perwakilan 30 perkumpulan perempuan dari seluruh Indonesia, di antaranya adalah Putri Indonesia, Wanito Tomo, Wanito Muljo, Wanita Katolik, Aisjiah, Ina Tuni dari Ambon, Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Jong Java Meisjeskring, Poetri Boedi Sedjati, Poetri Mardika dan Wanita Taman Siswa.

Kongres memutuskan:
untuk mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan;
pemerintah wajib memberikan surat keterangan pada waktu nikah (undang undang perkawinan); dan segeranya
diadakan peraturan yang memberikan tunjangan pada janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia;
memberikan beasiswa bagi siswa perempuan yang memiliki kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya pendidikan, lembaga itu disebut stuidie fonds;
mendirikan suatu lembaga dan mendirikan kursus pemberatasan buta huruf, kursus kesehatan serta mengaktifkan usaha pemberantasan perkawinan kanak-kanak;
mendirikan suatu badan yang menjadi wadah pemufakatan dan musyawarah dari berbagai perkumpulan di Indonesia, yaitu Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).

2.    Kongres Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia, Jakarta 28-31 Desember 1929

Kongres PPPI diikuti oleh perkumpulan perempuan yang menjadi anggotanya. Kongres diketuai oleh Ny. Mustadjab. Pada Kongres ini isu yang diangkat sebagai pembahasan di antaranya adalah masalah kedudukan dan peran sosial dan ekonomi perempuan, peran dan kedudukan perempuan dalam perkawinan, dan kehidupan dalam keluarga. Permasalahan perkawinan khususnya poligami, kawin paksa dan perkawinan anak-anak juga menjadi topik yang dibahas tersendiri. Mengenai Kongres Perempuan I, diinformasikan pada peserta bahwa tiga mosi di atas yang disampaikan kepada pemerintah disambut dengan baik.

Kongres memutuskan:
mengganti nama PPPI menjadi Perikatatan Perkumpuan Istri Indonesia (PPII). Agar tidak nampak bahwa perkumpulan ini sebagai satu perkumpulan atau unity, melainkan hanya bersifat federasi atau gabungan;
anggaran dasar yang baru menyebutkan tujuan penggabungan itu adalah menjalin hubungan di antara perkumpulan perempuan untuk
meningkatkan nasib dan derajat perempuan Indonesia dengan tidak mengkaitkan diri dengan soal politik dan agama;
mengajukan mosi kepada pemerintah untuk menghapuskan pergundikan.

3.    Kongres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia, Surabaya 13-18 Desember 1930

Kongres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia ini juga merupakan yang pertama bagi perkumpulan ini. Kongres diketuai oleh Ny. Siti Soedari Soedirman. Kongres ini diikuti oleh perkumpulan perempuan yang menjadi anggota PPII. Karena sifat federasi dari PPII ini, maka Kongres memutuskan untuk menetapkan asas perkumpulan yang dapat mengakomodasi bermacam perkumpulan yang ada di dalamnya. Untuk itu ditetapkan asas yang lebih bersifat umum yang dapat diterima oleh seluruh anggota perkumpulan. Hal-hal yang menjadi isu yang dianggap peka bagi suatu perkumpulan tertentu, seperti poligami dan perceraian, tidak dimuat di dalam asas perkumpulan.

 Kongres memutuskan:
menetapkan asas yang lebih bersifat umum bagi semua anggota;
mendirikan Badan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (BPPPA) yang diketuai oleh Ny. Sunarjati Sukemi;
mengirim utusan ke Kongres Perempuan Asia yang akan diadakan 19-23 Januari 1931 di Lahore, India, yaitu Ny. Santoso dan Nn. Sunarjati.

4.    Kongres Perempuan Indonesia, Jakarta 20-24 Juli 1935

Kongres Perempuan Indonesia tahun 1935 diikuti oleh tidak kurang dari 15 perkumpulan, di antaranya Wanita Katolik Indonesia, Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Aijsiah, Istri Sedar, Wanita Taman Siswa dan lain sebagainya. Kongres diketuai oleh Ny. Sri Mangunsarkoro.

Kongres menghasilkan keputusan:
mendirikan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi meneliti pekerjaan yang dilakukan perempuan Indonesia;
tiap perkumpulan yang tergabung dalam Kongres ini akan meningkatkan pemberantasan buta huruf;
tiap perkumpulan yang tergabung dalam Kongres ini sedapat mungkin berusaha mengadakan hubungan dengan perkumpulan pemuda, khususnya organisasi putri;
Kongres didasari perasaan kebangsaan, pekerjaan sosial dan kenetralan pada agama;
Kongres menyelidiki secara mendalam kedudukan perempuan Indonesia menurut hukum Islam dan berusaha memperbaiki kedudukan itu dengan tidak menyinggung agama Islam;
Perempuan Indonesia berkewajiban berusaha supaya generasi baru sadar akan kewajiban kebangsaan: ia berkewajiban menjadi “Ibu Bangsa”.
Kongres Perempuan Indonesia menjadi badan tetap yang melakukan pertemuan secara berkala


5.    Kongres Perempuan Indonesia, Bandung, Juli 1938

Kongres dikuti berbagai perkumpulan perempuan, di antaranya Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Wanito Tomo, Aisjiah, Wanita Katolik dan Wanita Taman Siswa. Kongres diketuai oleh Ny. Emma Puradiredja. Isu yang dibahas dalam Kongres antara lain, partisipasi perempuan dalam politik, khususnya mengenai hak dipilih. Saat itu pemerintah kolonial telah memberikan hak dipilih bagi perempuan untuk duduk dalam Badan Perwakilan. Mereka di antaranya adalah Ny. Emma Puradiredja, Ny. Sri Umiyati, Ny. Soenarjo Mangunpuspito dan Ny. Sitti Soendari yang menjadi anggota Dewan Kota (Gementeraad) di berbagai daerah. Akan tetapi karena perempuan belum mempunyai hak pilih maka perempuan menuntut supaya mereka pun diberikan hak memilih.

Kongres memutuskan:
–tanggal 22 Desember diperingati sebagai “Hari Ibu” dengan arti seperti yang dimaksud dalam keputusan Kongres tahun 1935;
–membangun Komisi Perkawinan untuk merancang peraturan perkawinan yang seadil-adilnya tanpa menyinggung pihak yang beragama Islam.

6.    Kongres Perempuan Indonesia, Semarang Juli 1941

Kongres ini diikuti oleh berbagai perkumpulan perempuan yang mengikuti kongres perempuan sebelumnya. Kongres diketuai oleh Ny. Soenarjo Mangunpuspito.

Kongres menghasilkan keputusan:
–menyetujui aksi Gapi (Gabungan Politik Indonesia) dengan mengajukan “Indonesia Berparlemen” pidato yang memuat tuntutan hak pilih dan dipilih dalam parlemen, yang ditujukan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka.
–mufakat dengan adanya milisi Indonesia
–menuntut agar perempuan pun selain dipilih dalam Dewan Kota juga memiliki hak pilih;
–menyetujui diajarkannya pelajaran Bahasa Indonesia dalam sekolah menengah dan tinggi;
–dibentuk empat badan pekerja:
–badan pekerja pemberantasan buta huruf
–badan pekerja penyelidik masalah tenaga kerja perempuan
– badan pekerja masalah perkawinan hukum Islam
– badan pekerja memperbaiki ekonomi perempuan Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar